Minggu, 25 Oktober 2015

BAHAGIA ITU SAAT KITA BISA MEMBERI

BAHAGIA ITU SAAT KITA BISA MEMBERI


Alkisah …

Pada suatu hari, seorang alim ulama’ sedang berjalan-jalan bersama seorang muridnya. Sanga murid adalah anak seorang hartawan yang sedang menimba berbagai ilmu pengetahuan kepada sang alim ulama’ itu, khususnya ilmu tentang syari’at, ma’rifat dan hakikat. Mereka berdua sedang berjalan-jalan menelusuri pematang demi pematang diantara sawah dan ladang.
Dalam perjalanan itu, mereka berdua menemukan sepasang sepatu butut nan kotor. Pastilah sepatu itu milik seorang petani miskin yang sedang terjun di sawah dan sengaja di tinggalkan di pematang sawah. Keduanya yakin, pasti pemiliknya akan kembali ke tempat sepatu ini untuk mengambilnya dan memakainya lagi.
Meyakini demikian, tiba-tiba sang murid mendapatkan suatu ide (gagasan). Disampaikanlah gagasannya itu kepada sang guru, untuk mendapatkan persetujuan atau penolakan. Atau intinya agar dia sebagai murid mendapatkan pengajaran dari sang guru.
Sang murid berkata: “Guru! Bagaimana pendapatmu kalau pemilik sepatu ini kita godain dengan cara sepatunya kita sembunyikan? Ada dua maksud saya dalam hal ini; pertama: untuk menghibur diri, dan kedua: untuk kita lihat bagaimana ia nanti bertindak dan bersikap?!”.
Maka sang guru yang seorang alim ulama’ itu berkata:
“Janganlah kita menghibur diri dengan duka, derita dan kesedihan orang lain. Namun, kamu kan anak orang kaya, maka kamu bisa mendapatkan hiburan dan kebahagiaan dengan cara lain. Misalnya, kamu bisa menaruh beberapa uang dinar di dalam sepatu itu, lalu kita bersembunyi untuk kita lihat bagaimana sikap, tindakan dan prilaku pemiliknya saat mendapati di dalam sepatunya ada uang dinar!!”.
Sang murid sangat setuju dengan ide dan gagasan sang guru. Maka ditaruhlah beberapa uang dinar di dalam kedua sepatu yang ditinggalkan oleh pemiliknya itu. Setelah itu, keduanya bersembunyi dibalik beberapa pohon yang tidak jauh dari situ, untuk melihat apa yang akan terjadi.
Benar saja, tidak lama setelah mereka bersembunyi, pemilik sepatu datang. Dan benar saja, pemiliknya adalah seorang petani yang miskin. Hal ini bisa dilihat dari penampilannya yang lusuh, dan dari raut mukanya yang menandakan deritanya dalam kehidupan.
Begitu sang petani miskin tiba di tempat sepatu yang ditinggalkannya, lalu ia hendak memasukkan salah satu kakinya ke dalam sepatu, sang petani itu terkejut luar biasa saat mendapati di dalam sepatunya terdapat beberapa uang dinar!! Lebih terkejut lagi saat ia mendapati, pada sepatu yang satu nya lagi juga terdapat hal yang sama!!
Ia amati uang-uang emas itu dengan seksama…dan ia kucek-kucek kedua matanya berkali-kali, untuk memastikan bahwa ia tidak sedang bermimpi, atau tersihir!! Setelah itu ia lihat ke sekeliling .. dan ia tidak melihat sesiapa pun di sana!!
Maka diambilnya uang-uang emas itu dan dimasukkannya ke satu bajunya, lalu sang petani miskin itu pun mengambil posisi seperti orang bersujud, namun mukanya didongakkan ke langit. Sang petani itu menangis.. seraya berkata dengan suara lantang!!! Meskipun  mungkin maksudnya adalah untuk bermunajat kepada Allah SWT
“Aku bersyukur kepada-Mu ya Allah … Dzat yang Maha Mengetahui bahwa istriku dalam keadaan sakit, dan anak-anakku pada kelaparan!! karena sudah berhari-hari kami tidak mempunyai makanan, lalu Engkau selamatkan mereka dari kebinasaan!!!
Keadaan sang petani yang seperti itu berlangsung cukup lama..seakan bersujud, mendongakkan kepala ke langit, menangis..”bermunajat” namun dengan suara lantang!!! Sebagai ekspresi syukurnya kepada Allah SWT.
Melihat tingkah petani seperti itu, sang murid dan sang guru pun ikut menangis dengan perasaan sangat mendalam!!
Saat itu lah sang guru berkata kepada sang murid: “Tidakkah engkau sekarang lebih berbahagia jika dibandingkan dengan seandainya engkau tadi menyembunyikan sepatu si petani itu??!!”.
Maka sang murid pun menjawab: “Sungguh, aku telah mendapatkan satu pengajaran yang tidak akan saya lupakan selamanya”.
“Sekarang saya dapat memahami maka dari sebuah pernyataan yang selama ini belum saya pahami. Pernyataan yang mengatakan: ‘Saat engkau memberi, engkau akan merasakan kebahagiaan yang lebih banyak dan lebih besar daripada saat engkau mengambil atau menerima!!’”.
Mendengar pernyataan sang murid, sang guru menambahkan beberapa pelajaran tambahan sebagai berikut:
“ketahuilah wahai putra ku bahwa ‘memberi’ itu ada banyak bentuk dan ragamnya, diantaranya:
1. Saat engkau memaafkan, meskipun engkau mampu untuk bertindak memberi hukuman, itu merupakan sebuah pemberian.
2. Engkau mencarikan alasan-alasan atau mencarikan pembenaran-pembenaran atas ucapan atau tindakan salah dari saudaramu, itu merupakan sebuah pemberian.
3. Engkau membuang jauh prasangka-prasangka negative terhadap orang lain, apa lagi kepada kawan, handai tolan, kerabat dan saudara, termasuk saudara seiman, itu merupakan sebuah pemberian.
4. Engkau menahan diri untuk tidak menyinggung atau ‘melukai’ harga diri dan kehormatan saudaramu, termasuk saat saudaramu itu tidak ada di hadapanmu, itu merupakan sebuah pemberian.
5. Dan masih banyak lagi…
Sumber:
http://musyafa.com/bahagia-itu-saat-kita-bisa-memberi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar