Rabu, 26 Agustus 2015

Bisnis itu wajib!

Ust Shamsi Ali (Imam Masjid New York)

8 Agustus 2015 lalu saya mendapat kehormatan untuk berbicara dalam seminar ekonomi Islam yang diinisiasi oleh ISMI (Ikatan Saudagar Muslim Indonesia) di Makassar. Hadir sebagai nara sumber Prof. Dr. Halide, Ahli ekonomi Islam Sul-Sel, Dr. Eng. Ilham Habibie, Ketum ISMI, dan saya sendiri.

Sebenarnya tema yang diberikan kepada saya adalah pasar terbuka menyambut masyarakat ekonomi Asean: peluang dan tantangannya. Namun demikian saya mempergunakan kesempatan itu untuk lebih menjelaskan posisi bisnis dalam Islam serta memotivasi pelaku bisnis untuk lebih semangat dan profesional.

Bisnis itu wajib

Kalau kita berbicara tentang bisnis dalam Islam sesungguhnya kita berbicara tentang satu dari pilar kebangkitan umat bahkan dapat dikatakan "the backbone" (tulang pnggung kebangkitan itu. Oleh karenanya bisnis dan ekonomi itu bukanlah sebuah pilihan dalam kehidupan umat. Membangun ekonomi adalah kewajiban yang bersifat mutlak.

Ada beberapa alasan kenapa bisnis menjadi sebuah keharusan dalam Islam:

Pertama, Islam adalah satu kesatuan yang menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia. Oleh karena perekonomian adalah aspek penting dari kehidupan maka aktifitas perekonomian menjadi bagian integral yang tidak terpisahkan dari Islam itu sendiri. Menolak bisnis karena alasan khawatir terjatuh ke dalam materialisme adalah keliru dan menyesatkan. Materialisme bukanlah karena bisnis dan kekayaan. Tapi materialisme adalah sikap mental yang cenderung mempertuhankan materi.

Kedua, ketka umat ini diperintah mengeluarkan "zakat", bahkan menjadi salah satu pilar agamanya, maka secara tidak langsung juga merupakan perintah untuk memiliki harta lebih dari sekedar memenuhi kebutuhan pokoknya. Untuk bisa berzakat harus memenuhi nishobnya yang menunjukkan bahwa kepemilikan muzakki itu lebih dari kemampuannya untuk menutupi kebutuhan pokoknya. Intinya, agar bisa berzakat harus ada pemasukan (income) yang lebih.

Ketiga, saya ingin memberikan julukan bisnis ini sebagai "the forgotten sunnah" (sunnah yang terlupakan). Umat tahu jika panutan terbaiknya, Rasulullah SAW, adalah juga seorang pelaku bisnis. Bahkan jauh sebelum diangkat menjadi rasul beliau telah menjalani bisnis dengan menjadi manajer bisnisnya calon isterinya, Khadijah r.a. Ketika itu. Di kalangan sahabat beliau pun ada pebisnis ulung seperti Abdurrahman bin Aug, Utsman bin Affan, dan lain-lain. Sayangnya, seringkali disempitkan sebagai "panutan ritual" atau "penampilan fisik" seseorang kepada rasulnya.

Keempat, perintah beramar ma'ruf - nahi mungkar dalam Al-quran dapat dimaknai secara ragam. Satu di antara kema'rufan adalah dengan keadilan dan kemakmuran. Berbagai penyelewengan sosial di tengah masyarajat, bahkan yang nampak religius secara agama sekalipun, disebabkan oleh hilangnya keadilan dan kemakmuran dari kehidupan manusia. Dengan demikian kama'rufan ekonomi sebagai antitesis dari kemungkaran kefakiran wajib dibasmi. Di sinilah peranan krusial bisnis dalam pembangunan kamakrufan iqtishodi atau ekonomi ini.

Kelima, perintah membangun kekuatan "Al-quwwah" dalam segala lini kehidupan adalah perintah Qur'ani. Ada masa di mana kekuatan lebih dominan dipahami sebagai "kekuatan militer" (quwwah askariyah). Dalam dunia global saat ini nampaknya kekuatan militer itu tidak dominan lagi. Ada kekuatan lain yang sedang mendominasi wajah dunia kita, yaitu kekuatan informasi yang didukung oleh kekuatan ekonomi. Amerika mampu mengalahkan siapapun dengan memainkan kekuatan informasi (relasi publik) dan kekuatan ekonomi dunia. Kesadaran seperti inilah menjadikan pelaku bisnis memiliki posisi penting dalam tatanan masyarakat Muslim.

Kelima alasan tersebut seharusnya menjadikan umat ini kembali sadar akan kewajiban ini. Membangun kekuatan ekonomi umat bukan sekedar alasan agar pribadi-pribadi Muslim menjadi kaya dan sukses. Tapi yang terpenting karena kekuatan ekonomi dalam tatanan dunia global kita menjadi ujung tombak kemenangan kolektifnya (al-falah al-jama'i). Wallahu a'lam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar